Minggu, 25 September 2011

Batik Kudus

Keberadaan Batik Kudus

Beberapa tahun terakhir ini, di hampir setiap pagelaran pameran yang diadakan di Jakarta, Batik Kudus pun digelar dengan  beberapa desainnya yang unik. Batik Kudus cenderung lebih mahal harganya dibanding dengan batik-batik yang berasal dari kota lainnya karena beberapa hal antara lain:
-       keterbatasan jumlah Batik Kudus dengan motif yang unik  sehingga barang menjadi langka di pasaran,
-      minimnya tenaga pengrajin yang bisa membuat Batik Kudus sehingga biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh pengusaha batik cenderung lebih besar.
Batik Tulis Kudus adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia, umumnya jawa dan khususnya daerah Kudus dan sekitarnya. Orang-orang Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan.


Batik Tulis Jawa mempunyai motif-motif yang berbeda-beda, termasuk Batik Tulis Kudus yang sekarang sedang berkembang. Batik ini dijual per potong dengan panjang 2 meter per potongnya

Begitulah, Batik Kudus kini kembali hadir dengan warnanya yang kaya dan motif yang unik dan nyaris punah. Sejak era 80-an hingga 2000 lalu, Batik Kudus hanya dikenal sebagai artefak budaya dan semakin ditinggalkan masyarakat Kudus. Padahal sejak abad 17 hingga era tahun 40-an, motif batik multikultur dengan pengaruh budaya China dan Arab ini menjadi identitas masyarakat Kudus. Kini, pesona Batik Kudus ditampilkan kembali dalam bentuk kain yang otentik maupun busana siap pakai merujuk pada gaya busana masa kini yang modis dan simpel. 

Peran Rumah Pesona Batik (RPK) dan Masyarakat dalam membudidayakan Batik Kudus

Bicara batik tak hanya menguntai keindahan batik dari Solo, Yogyakarta, Cirebon, Garut, atau Madura. Beberapa daerah lain yang terpinggirkan, seperti Kudus, Demak, Banyumas, Tuban, dan Rembang, kini juga mulai unjuk diri dengan keunggulan batiknya. Seperti yang dilakukan Perhimpunan Rumah Pesona Kain (RPK) beberapa waktu lalu, yang berkolaborasi dengan Divisi Program Apresiasi Budaya, Djarum, melalui batik Kudus.

Adalah Rumah Pesona Kain (RPK) yang konsisten membina pembatik dan menyalurkan produk Batik Kudus ke berbagai kalangan, termasuk di Jakarta. Batik Kudus dikenalkan kembali, tak hanya sebagai kain yang oetentik dengan batik tulis, tetapi juga dikenal sebagai busana siap pakai karya perancang ternama seperti Barli Asmara. 

Jika Maret 2010 lalu, RPK hanya menggandeng Barli untuk mempercantik perempuan Indonesia melalui kain dan busana siap pakai menggunakan batik Kudus, maka pada Maret 2011, batik Kudus dipamerkan dalam 15 busana koleksi "Lady Look" karya Barli, dan 10 koleksi Batik Kudus karya Inne S. Nurbani. Tak hanya jumlah desainer yang bertambah untuk mempopulerkan Batik Kudus dalam bentuk busana ready-to-wear. Jumlah perajin batik juga semakin meningkat di bawah binaan RPK. 



"Pada 2011 ini RPK melibatkan 40 perajin, sementara tahun lalu 20 perajin," jelas Ade Krisnaraga Syarfuan, Ketua Program Pesona Batik Kudus dan Pembina Perajin Kudus, saat konferensi pers di Graha Bimasena, Jakarta Selatan, Rabu (30/3/2011) lalu. 



Batik Kudus pada perhelatan tahunan RPK kali ini tampil dengan motif warna-warni daun tembakau. RPK juga mendatangkan batik buatan perajin Yuli Astuti dan Youke Yuliantaries. Replika batik Kudus kuno juga ditampilkan dalam acara yang berisi pameran, demo membatik, bazar batik Kudus, serta hidangan kuliner tradisional khas Jawa Tengah. Rangkaian acara yang berlangsung dalam beberapa jam ini ingin menarik perhatian kolektor, pecinta batik, serta masyarakat umum untuk mengapresiasi dan mengenakan batik khas dari Kudus. 


"Batik Kudus sempat menghilang karena tak ada lagi perajin di Kudus (10 tahun lalu, RED). Batik tak lagi dibeli, akhirnya perajin yang tersisa tak memproduksi batik lagi dan banyak dari mereka yang berganti profesi. Karenanya kita harus membeli batik, memakainya, kalau tidak takkan ada lagi yang membuat batik," jelas pakar batik Asmoro Damais, sekaligus menambahkan satu hal yang harus dihindarkan dalam pembuatan batik, yakni membuat batikprint. 

Asmoro menegaskan, selama pembuatan batik masih menggunakan lilin, hasil akhirnya bisa dikatakan kain baik. Namun jika sudah printing, tak lagi bisa dibilang batik tetapi disebut tekstil printing bermotif batik. Pemahaman yang sama mengenai konsep membatik ini juga dimiliki RPK. Ade mengatakan, setelah melewati satu tahun menjajaki proses kerjasama dengan Djarum Foundation, desain batik Kudus RPK akhirnya dipilih yayasan ini dalam program "Djarum Apresiasi Budaya". 

"Syarat utama yang diberlakukan RPK dalam kerjasama dengan Djarum adalah desain batik boleh diproduksi sebagai batik tulis, cap, atau colet, asalkan jangan batik print," jelas Ade. Menurutnya, RPK masih akan fokus mengembangkan batik Kudus, setidaknya dua tahun terakhir, untuk mempopulerkan kembali motif batik yang unik ini. 

Keunikan motif Batik Kudus, dan keterikatan daerah memunculkan sinergi Djarum Foundation dan RPK untuk mempopulerkan Batik Kudus. Mulai 2011, Yayasan Djarum meluaskan jangkauan program Apresiasi Budaya dalam ranah fashion.
"Desain Batik Kudus dari perajin RPK akan digunakan sebagai aplikasi pada busana seragam staf Djarum. Aplikasi motif Batik Kudus dengan warna dasar abu akan ditampilkan pada bagian tangan dan punggung pada seragam kerja staf. Sedangkan desain yang sama namun dengan bahan batik tulis akan dibuatkan untuk direksi. Batik cap dan colet dengan motif sama untuk level manager. Khusus untuk staf, Batik Kudus akan dipakai serempak 21 April untuk memperingati ulang tahun Djarum," jelas Renitasari, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation kepada Kompas Female.

Karya perajin pesisir batik asal Kudus, Jawa Tengah, ini lahir dari perpaduan kreasi perajin batik Pekalongan, Yogyakarta, dan Solo. Pada era 1940-an, pedagang Cina di Kudus mengundang perajin batik dari berbagai daerah untuk membuatkan batik khusus untuk mereka. Alhasil, kolaborasi dari perajin batik ini menghasilkan motif batik yang unik. Bagian dasar batik Kudus kental dengan sentuhan batik Yogyakarta dan Solo, sedangkan motif bunganya lekat dengan karakter batik Pekalongan.



Batik Kudus, diakui Ade Krisnaraga Syarfuan, dari RPK, tidak hanya bermotif multikultur, warnanya pun sangat kaya, lantaran perpaduan budayanya. Menurut Ade, batik Kudus memiliki pengaruh Arab (kaligrafi) lantaran Kudus berdekatan dengan Demak, yang identik dengan penyebaran ajaran Islam. Warna cokelat dan hitam juga memperkaya warna batik Kudus. “Keunggulan batik tulis Kudus, misalnya, sangat unik dan bernilai, sangat wajar bila harganya mahal mencapai jutaan rupiah. Namun kini kami membuat replika dari batik kuno hingga bisa dijual dengan harga lebih murah atau berkisar ratusan ribu,” ujarnya.
Menurut Ade, batik Kudus sempat menghilang karena masyarakat mulai meninggalkan kegiatan membatik. “Faktor lainnya, karena tidak ada lagi yang mengenakan batik Kudus. Tetapi RPK memberikan perhatian untuk melestarikan warisan leluhur, termasuk batik Kudus. Kami pun melakukan pembinaan supaya batik pinggiran ini naik kelas dan masuk ke peringkat papan atas,” ujarnya.
Ade menerangkan, berbagai motif kain otentik pada batik Kudus yang selama ini dikenal dengan batik peranakan yang halus dengan isen-isen rumit, seperti gabah sinawur, moto iwak, atau mrutu sewu. Batik ini berwarna sogan (kecokelatan) seperti umumnya batik Jawa Tengah. “Namun, tentang corak, pilihannya beragam, mulai corak tombak, kawung, atau parang, yang dihiasi dengan buketan, pinggiran lebar (terang bulan), taburan kembang, kupu-kupu, atau burung dengan warna cerah, seperti merah,” kata dia.
Sementara itu, Miranti Serad Ginanjar, pembina perajin Kudus, mengatakan keunikan batik Kudus memiliki perkembangan warna dan motif yang indah. “Seperti warna dan motif kupu-kupu, daun tembakau, yang dikembangkan bekerja sama dengan perajin Youke Yuliantaries. Hal ini menjadi salah satu terobosan agar batik Kudus bisa melaju atau naik kelas, dan harapannya, penggemar pun semakin meningkat,” ujar Miranti.
Adapun Asmoro Damais, pakar batik, menjelaskan, batik Kudus memiliki keunikan, yaitu paling sulit dikenali dan gayanya membingungkan. “Justru hal ini menjadi keunikan karena perbedaan serta keragaman budaya yang tecermin di motifnya. Batik Kudus selalu mempunyai dasar yang rumit, memiliki tingkat kehalusan tinggi dan unik di detailnya. Pembuatan batik tulis Kudus tidak selesai dalam enam bulan, karena itu harga tidak murah,” ujar Asmoro.
Dia menuturkan, batik daerah pinggiran berpotensi melaju ke peringkat atas, syaratnya harus ada pembinaan ke para perajin yang membantu serta memberikan semangat dan inspirasi berkarya. “Mereka (perajin) perlu dibina dan didampingi untuk menuangkan ide atau hal baru yang bisa dipadukan menjadi sesuatu yang siap pakai, bahkan memenuhi citarasa modern. Di samping, tentunya, tetap mengutamakan unsur kekhasan, ciri klasik atau pakem mereka,” ujarnya.

Hak Paten Batik Kudus

Sebanyak 15 motif batik khas Kabupaten Kudus, Jawa Tengah diusulkan mendapatkan hak paten.”Kami sudah mengusulkan 15 motif batik kepada pemerintah pusat melalui Depkumham untuk mendapatkan hak paten, sejak Januari 2010,” kata pemilik Galeri Muria Batik Kudus, Yuli Astuti.
Untuk mendapatkan hak paten tersebut, dia mengaku, harus menunggu selama dua tahun lebih, untuk mengikuti sejumlah tahapan, seperti pendaftaran hingga proses memberi kesempatan kepada sejumlah pihak untuk melakukan komplain atas karya tersebut.
“Jika selama batas waktu yang ditentukan, ternyata tidak ada komplain atas hasil karya tersebut, maka hak paten bisa diperoleh,” ujarnya.
Adapun lima belas motif batik yang diusulkan, di antaranya kapal kandas, busana kelir hasil reproduksi, pakis haji muria, pari joto, ornamen kaligrafi, merak kateliu, merak pelataran, dan biji mentimun.
Selain itu, ada pula motif batik buket beras kecer, dlorong buketan, sekar jagad, ayam malah, lunglungan, serta “air plan” dan jangkar hasil reproduksi.
Untuk motif batik hasil reproduksi, dimungkinkan sulit mendapatkan hak paten. “Tetapi, kami berharap kelima belas motif tersebut bisa mendapatkan hak paten, karena hampir semua motif batik khas Kudus dimungkinkan belum ada yang pernah dipatenkan,” ujarnya.
“Mungkin saja, hal ini merupakan yang pertama di Kudus,” ujarnya.
Ia mengatakan, sebagian dari motif batik yang diusulkan mendapatkan hak paten tersebut, merupakan hasil karya sendiri. “Sedangkan motif batik yang lain merupakan batik khas Kudus yang didesain sendiri, sehingga tidak ada kesamaan dengan hasil karya pembatik sebelumnya,” ujarnya.
Proses pematenan batik khas Kudus tersebut, pihaknya mendapatkan bantuan dari sejumlah kolektor dan kurator batik untuk mengetahui orisinilitas hasil karya tersebut.
“Hal tersebut, untuk memperlancar proses pengusulan untuk mendapatkan hak paten,” ujarnya.
Menanggapi usulan mendapatkan hak paten belasan motif batik khas Kudus tersebut, Bupati Kudus Musthofa Wardoyo menyatakan, dukungannya atas usaha dan kerja keras dari salah seorang warga Kudus yang ingin mengembangkan batik khas Kudus agar tidak punah.
“Pemkab Kudus sangat mendukung upaya tersebut dan memberikan apresiasi karena menjadi pelopor mengembalikan kejayaan batik khas Kudus,” ujarnya.
Ia berharap, motif batik khas Kudus yang ada dikembangkan lagi agar lebih kompetitif. “Yang jelas, motif batik Kudus harus bisa mengikuti trend yang sedang berkembang tanpa harus meninggalkan nilai khasnya,” ujarnya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kudus Abdul Hamid menambahkan, usulan 15 motif batik khas Kudus untuk mendapatkan hak paten perlu didukung sejumlah pihak, sehingga tidak ada pihak lain yang berupaya meniru motif khas Kudus tersebut.
“Apalagi, sejumlah daerah mulai mengembangkan batik khas masing-masing, setelah Unesco mengukuhkan batik sebagai warisan asli milik Indonesia,” ujarnya.
Tetapi, kata dia, usulan hak paten terhadap motif batik khas Kudus tersebut harus benar-benar karya asli bukan hasil plagiat.
Menurut dia, Pemkab Kudus sudah berupaya keras membantu mengembalikan kejayaan batik Kudus dengan cara menggandeng sejumlah perajin batik Kudus setiap ada pameran di tingkat lokal, regional, dan nasional.
“Setiap ada kegiatan pariwisata dan lomba, batik khas Kudus juga selalu ditampilkan agar dikenal masyarakat dari berbagai kalangan dan usia,” ujarnya.
Untuk memasyarakatkan batik di Kudus, kata dia, harus dimulai dari pengenalan batik di setiap kegiatan. “Jika pakain batik tertanam pada benak masyarakat, tentu akan berdampak pada peningkatan permintaan terhadap batik khas Kudus,” ujarnya.

Harapan di Masa Depan tentang Batik Kudus

Oleh karena itu, agar Batik Kudus kian mempesona dan bisa dikenal oleh masyarakat, perlu upaya melestarikan budaya Batik Kudus yang tidak hanya dilakukan oleh kalangan pebisnis/pengusaha/pengrajin saja namun pemerintah pun turut berperan untuk Indonesia yang lebih baik.

Semoga di masa depan Batik Kudus makin dikenal ciri khasnya oleh masyarakat luas, digemari berbagai kalangan, serta memberikan nuansa dan memperkaya koleksi batik Indonesia. 

Beberapa Contoh Motif Batik Kudus

Motif Batik Tulis
Batik Tulis Buketan

Batik Tulis Kawung


Batik Tulis Kretek

Batik Tulis Padi Joto

Batik Tulis Rokok Kretek Tulis
Batik Tulis Romo Kembang

Batik Tulis Wayang

Batik Tulis Tales


Motif Batik Cap
 Batik Cap Menara Dua Warna

Batik Cap Menara Satu Warna

Batik Cap Muria Dua Warna

Batik Cap Muria Satu Warna

Batik Cap Rokok Kretek Cap

Batik Cap Rumah Adat
Batik Cap Parang Cengkeh
Batik Cap Parang Cengkeh Dan Rokok Kretek

Batik Cap Parang Cengkeh Dan Tari Kretek
Batik Cap Parang Ukir dan Liris Pari Joto

Batik Cap Parang Ukir Dan Pari Joto
Batik Cap Parang Ukir Miring



Batik Cap Sekar Jagat
Batik Cap Tari Kretek dan Kretek

Batik Cap Ukiran Kudus

Batik Cap Lentong Tanjung
Batik-Cap-Liris-Dan-Pari-Joto
Batik Cap Tari Kretek
Batik Cap Kretek
Batik Cap Liris Genteng

Batik Cap Liris Genteng I

Batik Cap Liris Genteng II

Tidak ada komentar:

Posting Komentar